Banyak orang bertanya, apakah amalan puasa dan amalan yang lainnya pada bulan Rajab adalah bida’ah dan tidak ada dalilnya hingga segala bentuk amalan seperti puasa dibulan Rajab adalah tidak dibolehkan ?
Pertanyaan
ini sering kita dengar dan kita dapati hampir setiap masuk tahun pada bulan
Rajab. Bagi mereka yang mengerjakan puasa tetap lanjut melanjutkan puasanya dan
bagi mereka yang melarang berpuasa pada bulan itu juga demikian. Al-hasil
bentuk kontroversi pendapat ini akhirnya tidak menemukan titik temu. Yang bahaya
lagi bagi orang yang mengatakan bahwa puasa bulan rajab itu adalah haram dan
sesat melakukannya karena tidak ada dasar dalil.
Benarkah
demikian, mari kita bahas secara singkat benarkah amalan puasa khusus bagi
bulan Rajab adalah sesat atau bid’ah ?
Sebelumnya
sepertimana yang telah dijelaskan pada artikel sebelumnya mengenai kelebihan
bulan rajab (Inilah Kelebihan Bulan Rajab) bahwa Allah SWT telah
memberi kelebihan khusus bagi bulan Rajab itu sendiri, sepertimana yang telah
dijelaskan didalam surah At-Taubah ayat 36 :
“Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam
bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa.
Pada ayat tersebut diatas Allah menjadikan dari 12 bulan
ada 4 bulan khusus yang disebut dalam Al-Qur’an adalah Bulan Haram. Arti haram
secara istilah disini adalah “bulan yang didalamnya tidak boleh melakukan
segala kedhaliman apapun terhadap diri sendiri.” Istilah ini didapati pada isi ayat
didepan yang berbunyi : “Maka
janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu...”. arti “Haram” diatas tidaklah bermakna haram fiqhi atau
haram syar’i, yaitu “Apabila dikerjakan akan mendapat dosa dan ditinggalkan
akan mendapatkan pahala”. Didalam bahasa arab terdapat kaedah yang berbunyi “Lafadz
Mustarak”, yaitu satu lafadz yang memiliki banyak makna. Maka oleh karena ulama
ahli Al-Qur’an dan tafsir membuat suatu kaedah yang berbunyi :
العبرة باللفظ لا بخصوص السبب
“Satu ibarat lafadz tidaklah mengkhususkan sebab”
Ini artinya segala bentuk lafadz didalam al-Qur’an
memiliki banyak makna. Setiap kata dalam alquran tidak mengandung pada satu
sebab saja, baik sisi kalimatnya, maknanya atau satu lafadznya saja. Maka demikian
jugalah pengertian dari kata “Haram” yang Allah tujukan pada 4 bulan tersebut.
Lalu 4 bulan yang dimaksudkan diatas apa ?
Jawabannya bisa didapatkan langsung dari Hadist
Rasulullah SAW, pada ayat ini beliau sendiri yang menafsirkannya. Ada banyak
hadist yang menafsirkan maksud dari 4 bulan haram tersebut, termasuk didalam
kitab Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir al-Maraghi, Tafsir Ahmad Shawi, Tafsir
At-Thbari, Tafsir Addur Al-Matsur, dan beberapa kitab tafsir lainnya. Dari semua
kitab ini silahkan buka pada surat At-Taubah ayat 36. Disini akan disebutkan
beberapa tafsiran nabi saja mengenai 4 bulan diatas :
Pertama :
Dari Musa bin
Abdur Rahman Al-Masruqi, dari Zaid bin Hubab, dari Musa bin ‘Ubaidah Ar-Rabzi
telah berkata : dari Shadaqah bin Yusar dari Ibnu Amar telah berkata bahwa saat
nabi haji wada dan pada saat itu beliau berada di Mina pada pertengahan hari
Tasyriq, beliau Rasulullah SAW bersabda Wahai manusia sesunggunya zaman
ini sungguh telah berbutar pada saat Allah menciptakan langit dan bumi, dan
sesungguhnya hitungan bulan-bulan itu disisi Allah ada 12 bulan, diantara bulan
itu Allah jadikan 4 bulan, yaitu Rajab Mudar, Sya’ban, Dzul Qa’dah, dan Dzul
Hijjah. (Kitab Tafsir At-Thabari)
Kedua :
“Abu Hurairah berkata, telah bersabda
Nabi Muhammad SAW : “Sesungguhnya zaman telah berputar seperti
keadaan semual sejak hari Allah menciptakan langit dan bumi. Dan Sesungguhnya
bilangan bulan di sisi Allah ialah 12 belas dalam ketetapan Allah diwaktu Dia
menciptakan langit dan bumi diantaranya 4 bulan haram (suci); 3 diantaranya
beruturt-turut, yaitu Bulan Zul Qa’dah, Zul Hijjah, dan Muharram, sedangkan
lainnya ialah Rajab Mundar yang terletak di antara bulan
Jumada dan Sya’ban”. (Tafsir Ibnu Katsir)
Selain
itu pendapat Ahli Tafsir lainnya mengenai 4 bulan haram selain diatas dapat
ditemukan pada kitab Tafsir Jalalain.
Dialam
tafsir Al-Qurtubi menjelaskan bahwa Hadist pada poin nomor satu diatas turun
karena saat itu Nabi melihat banyak orang-orang jahiliyah yang mereka
menjadikan beberapa bulan diatas sebagai bulan mulia dan diberkahi karena
mengingat beberapa peristiwa penting yang ada didalamnya. Dan mereka mengadakan
kegembiraan dengan tanpa amal niat kepada Allah SWT, oleh karenanya turunlah
hadist ini. Faedahnya adalah untuk menggantikan amaliyah mereka ini menjadi
bermanfaat. (Tafsir Imam Al-Qurtubu : lihat pada surat At-Taubah ayat 36).
Dari
dua penjelasan ini, yaitu kelebihan Rajab didalam Al-Qur’an dan Hadist tentunya
kita bertanya, mengapa Rajab masuk pada bulan Haram ? ada apa dibulan Rajab
sehingga Allah dan Rasul-Nya mengkhususkan bulan ini ?. Jawabannya adalah karena
bulan Rajab adalah bulan dimana banyak terjadi peristiwa penting didalamnya. Diantaranya
adalah :
# Isra Mi’raj Nabi SAW berjumpa
dengan Allah
# Pertemuan Nabi Isa dengan Allah
(silahkan dibaca kisah ini pada kitab Jam’ul Fawaid)
#Pada bulan ini Para Malaikat
semua berkumpul di atas kakbah dan Allah berbicara kepada mereka mengenai
ampunan Allah bagi orang yang beramal shaleh didalamya (silahkan bukan kitab
Durratun Nasihin dan Kitab Jam’ul Fawai)
Dan beberapa persitiwa penting lainnya. Namun yang
perlu diingat adalah didalam beberapa riwayat Hadist lainnya dijelaskan oleh
Abu Bakar As-Siddiq R.A dialam kitab Durratun Nasihin tentang kelebihan bulan
Rajab, beliau berkata bahwa “Saat melewati 3 malam bulan rajab maka para
malaikat semuanya pergi dan berkumpul didalam masjidil haram, lalu saat itu
Allah SWT berkata kepapda mereka : “Saksikanlah wahai malaikatku, bahwa hari
ini telah aku ampuni semua orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab”. (lihat
kitab Durratun Nasihin).
Dari sini saja telah jelaslah bahwa bulan Rajab
terhadap banyak kelebihan dan keutamaanya, oleh karena itu banyak para ahli
tafsir menafsirkan ayat pada kalimat “Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang
empat itu...” adalah bermakna segala kedhaliman, kerusakan, yang terjadi pada diri
sendiri adalah sangat tidak dianjurkan oleh Allah atas setiap diri kita
masing-masing. Bahkan ada yang mengatakan bahwa segala amal baik yang
dikerjakan dibulan 4 haram ini maka pahalanya dilipat gandakan dan segala amal
buruk yang dikerjakan maka juga dilipat gandakan. Segala pendapat ini bisa
didapatkan pada kitab Tafsir Al-Maraghi.
Oleh karenanya dengan keutamaan bulan Rajab tersebut,
kaum muslimin berlomba-lomba berbuat kebajikan. Karena berbuat kebajikan dengan
mengharam ridha Allah dan dikerjakan pada bulan-bulan tertentu, seperti 4 bulan
tersebut diatas dan bulan Ramadhan memiliki keutamaan tersendiri. Untuk itu
banyak diantar kaum muslimin mengerjakan amal ibadah dibulan-bulan tersebut
termasuk didalamnya adalah berpuasa.
Namun sekarang, apakah berpuasa khusus niat pada bulan
rajab adalah diharamkan ?. Tentu jawaban secara hakikatnya belum tentu. Kenapa,
karena pada hakikatnya pemberian Pahala dan Dosa adalah hak preogatif Allah SWT
dan kita tidak berhak melawan dan menolaknya. Sepertimana Allah katakan didalam
Al-Qur’an surat Al-Zalzalah : 7-8 :
Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.
dan Barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.
Jadi maukah Allah memasukkan seorang hamba shaleh
kedalam neraka dan hamba murka kedalam surga adalah semata kehendak Allah,
Dia-lah yang memiliki segala kehendak atas segala sesuatu. Maka berpuasa pada
bulan Rajab demikian halnya, urusan pahala dan tidak dapat pahala adalah pada
kehendak-Nya kita tidak dapat merubah ataupun menolaknya.
Namun berpuasa khusus pada bulan Rajab memang benar
tidak ada dalilnya sehingga puasa pada bulan Rajab adalah diharamkan ataupun
menyesatkan ?. Ada dua model jawaban yang dapat diberikan disini :
# Banyak dalil yang mengharamkan. Katagori ini sudah pasti jelas adanya, bahwa
segala hal yang telah dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya akan suatu hal maka
sudah barangpasti perbuatan itu adalah haram dilakukan. Seperti meninggalkan
shalat, puasa bagi yang mampu dan mencukupi syarat, dan melawan orang tua,
semuanya jelas bahwa hal tersebut adalah haram dilakukan.
# Tidak ada dalil yang jelas
mengatakan Haram. Maksudnya adalah dalil tersebut
tidak tertulis atau bermaknakan kepada kata “haram”. Untuk meneliti dalil ini
tentu harus memiliki ilmu Ushul Fiqh terlebih dahulu agar dapat diketahui
kemana arah dari dalil tersebut. Seperti contoh nabi pernah mengatakan : “Tiap-tiap
sesuatu itu adalah bid’ah”. Hadist ini bermakna kepada segala hal yang
menambah-nambhakna sesuatu atas setiap ibadah yang telah dilakukan. Seperti shalat
yang telah tertera atas 4 rakaat untuk dhuhur maka tidak boleh ditambahkan menjadi
5 atau 6. Namun lainnya seperti maulid, shomadiyah, tahlil, talqin adalah
dibolehkan. Karena dalil khusus yang mengatakan hal tersebut tidak ada.
# Sebahagian dalil dengan yang
lainnya saling bertentangan. Model
dalil semacam ini didalam ilmu Hadist disebut Hadist I’Tirad (berlawanan). Oleh
karenanya menemukan sisi hukum pasti pada dalil tersebut harus melalui 4
tahapan ushul. Yaitu mencari dalil saat sifatnya Umum kepada khusus, Khusus
kepada Umum, Umum kepada Umum, sebahagian khusus dan umum dan sebahagian yang
lainnya umum dan khusus. Ilmu ini dapat dipelajari pada bab I’tiradh dalam
kitab Lathaif Isyarat. Contoh seperti nabi pernah melarang bagi kaum perempuan
ziarah kubur namun pada akhirnya dibolehkan ziarah kubur.
#Ada dalil akan tetapi hakikat
hukum adalah pada Allah. Katagori
ini jelas, sama seperti pada penjelasan diatas. Bahwa pahala dan dosa adalah
miliki Allah. Allah bisa saja memasukkan ahli ibadah kedalam neraka dan
memasukan ahli durhaka kedalam surga. Seperti contoh Allah memasukkan Syeikh
Bahsyisa (seorang ulama) kedalam neraka karena perbuatannya dan juga Alla dapat
memasukkan seorang penzina kedalam surga karena juga perbuatannya. Singkatnya segala
ketentuan yang ada didunia ini hanyalah miliki Allah SWT.
Maka demikian halnya berpuasa pada bulan khusus,
termasuk pada bulan Rajab. Namun adakah dalil yang diharamkan berpuasa pada
bulan Rajab ? jawabanya tidak ada satupun dalil yang mengungkapkan secara
langsung bahwa berpuasa pada bulan Rajab adalah diharamkan. Lalu bagimanakah
dengan dalil yang berbunyi sebagai berikut :
كَانَ النَّبِيُّ
صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَنْهَى عَن صِيَامِ رَجَبٍ كُلِّهِ ، لِاَنْ
لاَ يَتَّخِذَ عِيْدًا.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
berpuasa pada seluruh hari di bulan Rajab agar tidak dijadikan sebagai ‘ied.”
(HR. ‘Abdur
Rozaq, hanya sampai pada Ibnu ‘Abbas (mauquf). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah
dan Ath Thobroniy dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’, yaitu sampai pada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Lihatlah pada kalimat hadist لِاَنْ لاَ يَتَّخِذَ
عِيْدًا (agar tidak dijadikan sebagai ‘ied), huruf لا disana adalah huruf “Tabayyun Illah”, artinya menjelaskan ilat
(alasan) mengapa puasa Rajab diharamkan. Jikalah rasulullah melarang puasa
rajab adalah karena menyamakan rajab dengan hari raya lain maka bagaimanakah
niat berpuasa pada bulan rajab adalah karena mengharamkan ridha Allah pada
bulan tersebut ? tentunya jawabannya adalah dibolehkan.
Lalu apakah
hadist nabi yang menyarankan berpuasa pada bulan Rajab, jawaban ada pada sebahagian hadist nabi sebagai
berikut :
# Diriwayatkan dari
Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda “Puasalah pada bulan-bulan haram
(mulia).” (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah
riwayat al-Nasa’i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah):“Usamah
berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul
melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya’ban. Rasul
menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang
dilupakan oleh kebanyakan orang.'”
# Menurut
al-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, “Bulan
Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang”
itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan
puasa di dalamnya.
# Keutamaan
berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim.
Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan
mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa
Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah
puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Hadist Keutamaan Bulan Rajab
Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa
bulan Rajab:
a. Diriwayatkan
bahwa apabila Rasulullah shalallahu ‘alahi wassalam memasuki bulan Rajab beliau
berdo’a:“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan
sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik)
b. “Barang siapa
berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan, bila
puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari
maka dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah
dosa-dosanya dengan kebaikan.”
c. Riwayat
al-Thabarani dari Sa’id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa sehari di bulan
Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun,
bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila
puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan
mengabulkan semua permintaannya…..”
d. “Sesungguhnya di
surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu
dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab,
maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut”.
Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad Saw
bersabda: “Rajab itu bulannya Allah, Sya’ban bulanku, dan Ramadan bulannya
umatku.”
e. Sabda Rasulullah
SAW lagi : “Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih
manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi,
lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini
?”Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang
membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.
Lalu apakah diharamkan jika berpuasa dengan niat : “Sengaja aku berpuasa
rajab hari ini karena Allah SWT” ?. tentunya jawabannya dibolehkan. Mengapa
karena memang tidak ada didalam hadist satupun yang mengharamkan perbuatan
tersebut. Jikalah maksud hadist “tiap-tiap sesuatu itu sesat” maka
tidaklah dimaksudkan pada niat tersebut. Karena hadist ini maksudnya adalah
melebihkan, menambahkan pada segala hal yang telah ditetapkan. Seperti shalat
wajib, puasa wajib dan sebagainya.
Kesimpulan :
Dari penjelasan yang ringkas dari atas hingga kebawah telah dapat kita
pahami bahwa memahami suatu dalil tidaklah pantas bagi seorang yang bukan ahli
hukum islam dan yang menguasai hukum islam lalu mengatakan perbuatan ini haram
ataupun halal. Walaupun ada beberapa pendapat ulama seperti Imam Nawawi dan
Ibnu Hajar Haitami yang berpendapat bahwa puasa bulan Rajab didapati dari
Hadist Dhaif. Jikalah benar demikian maka apakah karena hadist dhaif lalu kita
haramkan atas segala sesuatu ?. Imam Ibnu Hajar dan Nawawi hanya sebatas
mengatakan bahwa puasa pada bulan Rajab hanya tidak ada dasar hadist yang
shahih mereka tidak mengatakan haram. Selain itu selain dua ulama besar diatas
berkata demikian maka pada beberapa ulama lainnya seperti Imam Al-Ghazali
didalam kitab Ihya Ulumuddin mengenai bab keutamaan berpuasa pada bulan Rajab
bahwa beliau sangat menganjurkan puasa pada bulan Rajab.
Kesimpulannya adalah mengamalkan hadist Dhaif adalah sah. Jikalah terdapat
memang pembahasan mengenai puasa rajab semuanya adalah dhaif, akan tetapi yang
telah kita bahaskan diatas ternyata hal-ihwal mengenai puasa Rajab terdapat
hadist shahih juga.
Oleh karena itu berbuat amal shaleh dan puasa di bulan Rajab adalah
dibolehkan dan dianjurkan. Pendapat yang mengatakan bahwa berpuasa bulan Rajab
adalah tidak dibolehkan, haram ataupun sesat orang tersebut tidaklah memiliki
ilmu pengetahuan yang memadai dalam bidang agama. Contoh seperti pendapat Imam
Ibnu Taimiyah didalam kitab Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291. Sekarang mau pilih
siapa
Ibnu Taimiyah dan Imam Al-Jauzi atau Imam Al-Ghazali selaku imam besar
dalam ilmu tasauf yang diakui dunia ?
Sumber :
Tgk. Habibie M. Waly S.TH
Thanks for reading & sharing PENGAJIAN TASAWUF
0 comments:
Post a Comment