Home » » Makna "Maksiat" Menurut Abuya Syeikh Muda Waly

Makna "Maksiat" Menurut Abuya Syeikh Muda Waly

Posted by PENGAJIAN TASAWUF on Tuesday, March 14, 2017


Setiap orang pasti memiliki gambaran tersendiri dalam memahami makna maksiat. Tentunya pemahaman yang dipandangi oleh setiap orang juga memiliki sisi perbedaan. Terkadang tidak tepat dengan garis besar yang sesuai dengan islam. Sehingga arti kata maksiat memiliki beberapa sifat atau keterbatasan. oleh karena itu disini, Abuya Syeikh Muda Waly, Seorang ulama besar Aceh memberi definisi akan makna maksiat atau cabul (menurut bahasa beliau) yang sesuai dengan Tertimologi islam yang sesungguhnya. Berikut abuya jelaskan didalam kitabnya, Alfatwa : 

Didalam beberapa ayat Al-Qur'an menyebutkan hal-hal mengenai makna Cabul (maksiat), sebagai berikut : 

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah... (Al-Hasyr : 7)

Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (Al-A’raf : 199)


Dan telah berkata Rasulullah SAW didalam hadist shahih :

اذا لم تستح فاصنع ماشئت
Apabila kamu tidak malu maka lakukanlah apa yang kamu kehendaki.


Tersebut dalam buku Ensiklopedia Indonesia jilid 3, halaman 1356. (bahwa) cabul (itu) umumnya artinya Tidak senonoh, lihat juga (arti dari) pornografi. Dalam buku tersebut (pada) halaman 1131, bahasa yunani porne (yaitu) perempuan jalang, (adapun) tulisan-tulisan cabul, (didalam keterangan) buku-buku (tentang cabul) dan sebagainya (yaitu) melanggar kesusilaan.

Maka saya berkata : dipahami dari buku ensiklopedia indonesia tersebut bahwa cabul itu ringkasnya (memiliki arti adalah) “kurang ajar”, dengan arti tidak bermalu (yaitu orang yang tidak memiliki malu), kalau (istilah) di Minangkabau (Padang) : “tidak ber’adat”, (jika) didalam agama (artinya) tidak beradab dan tidak bermarwah (yaitu tidak memiliki harga diri). Dalam agama islam, kurang ajar itu dapat disimpulkan –ke-dalam tiga pem-bahagi-an :


Pertama : Kurang ajar yang melanggar agama dan adat istiadat manusia seumpanya, seperti orang berzina dihadapan orang banyak, yang (hukum) zina itu walaupun dimana saja (tempatnya juga hukumnya) haram juga.

Kedua : Kurang ajar yang melanggar adat istiadat manusia, tetapi tidak melanggar hukum agama sebahagian orang yang sudah kawin tetapi belum lagi pulang kepada istrinya sedangkan perempuan itu masih anak gadis kemudian oleh si laki-laki istrinya itu dibawa melancong (atau jalan-jalan) umpamanya. (hal keadaan) ini menurut adat aceh (perbuatan) kerja yang demikian (itu adalah) salah betul dan membawa kedalam keributan dalam masyarakat (tetapi) kalau (hal ini) di-tinjau dari adat kota. Di jakarta umpamanya, kerja si laki-laki itu tidak mengapa, karena sebagai (hal keadaan) tersebut didalam kitab Asbah wan Nadhair  :

                                          العرف الخاص ينزل منزلة العام
        Adapun Urf khas itu (kebiasaan masyarakat yang khusus) itu turun pada tempat yang umum.

Dan (ditinjau) dari sebahagian kata pepatah : “Lain padang lain belalang, lain lubang lain (pula) ikannya.

Ketiga : Kurang ajar yang salah menurut agama islam tetapi tidak mengapa menurut adat setempat, seperti anak gadis di kota-kota umpamnya berboncengan (bersamaan) naik kereta angin (atau kendaraan beroda) dengan kawan sekolahnya, sedangkan keduanya (telah) bernafsu dan bersyahwat walaupun tidak salah menurut adat tempat itu.

(Adapun dari) ketiga-tiganya itu (adalah) masuk dalam bahagian cabul pada padangan agama dan terbenar didalam definisi –di-dalam Ensiklopedia indonesia diatas (yang telah dijelaskan tadi), sebab adanya kecabulan itu sekarang karena kebanyakan bangsa kita (hal yang) istimewa umat islam (di beberapa) kota-kota (yang) sudah dipengaruhi oleh adat istiadat barat dan lukisan-lukisan mereka yang kurang ajar, (maka) sungguh benarlah apa yang telah pernah Rasulullah katakan tersebut didalam hadist al-Bukhari :
لتسببعن من قبلكم
Maksudnya : kamu nanti (umatmu wahai Muhammad) akan mengikut adat istiadat umat kristen.

Demikian kata Nabi, Maka untuk menetapkan (semua) garis-garis (definisi) cabul itu disegala lapis (maka) menurut paham saya (secara) tegasnya (adalah hal yang) mana melanggar agama, baik dari tingkah laku maupun dari (segi) berpakaian-nya dan melanggar adat yang tiga itu (sepertimana yang telah dijelaskan klasifikasinya diatas) dikatakan (sebagai) cabul (jua), seperti guru-guru atau orang dewasa lainnya (yang) memakai celana pendek dan sebagainya yang membukakan aurat, dan (juga) perempuan dewasa yang memakai pakaian terbuka paha atau serupanya itu (maka semuanya) didalam agama (juga) dikatakan cabul. (dan) ataupun (juga) seperti orang yang tidak memuliakan orang tua ataupun pemimpin dan tidak mengasihi anak-anak kecil, yang membawa mentinggung perasaan masyarakat, itupun menurut adat istiadat dikatakan cabul juga.

Al-hasil, untuk membawa definisi cabul dengan menenerangkan satu-persatu menurut keadaan ruang dan tempat (maka) sungguh sulit dan tak dapat diterangkan (untuk itu dalam hal ini) hanya-lah kita ambil pedoman saja dalam agama islam, asal pekerjaan atau perkataan yang (tetap juga) masuk dalam (katagori) hukum haram walaupun tidak melanggar perasaan tempat (juga) itu namanya cabul, (seperti) sebahagian anak-anak gadis yang dibawa oleh teman-temannya pergi menonton walaupun kejadian itu dijakarta umpamanya (adalah dikatakan cabul). Dan kita ambil pedoman pula meunurut adat itiadat negri, sebahagian diminangkabau (padang) kalau hendak mengawinkan anak keponakan perempuan hendaklah musyawarah dulu dengan nenek mamaknya kalau tidak begitu menjadi cabul juga namanya, sebagaimana (hal) tersebut (itu) dalam kaedah ushulul fiqh :
مالا ضابط له فى الشرع و لا فى اللغة يرجع الى العرف.
Sesuautu yang tidak terpelihara bagi sesuatu tersebut didalam syara’ dan tidak terpelihara didalam bahasa (maka) kembalilah hal itu kepada ‘Urf (adat istiadat)

Tentang (keadaan) cabul disegala lapis penduduk, kalau umpamanya anak-anak dibawah umur hendaklah menurut adat istiadat setempat, asal nanti (jika) dia sudah besar (dewasa). Adat itu bagus juga (yaitu adat yang terdapat dibebrapa tempat), seperti membiasakan menutup aurat dan anak-anak perempuan membiasakan bersekolah memakai batu tertutup lutut umapamanya (maka hal itu adalah satu adat istiadat yang bagus), sekira-kira anak itu telah diterima masuk (ke) sekolah.

Kalau umpamanya ditempat itu ada kolam mandi orang banyak petani menyelam janganlah hendak akan mandi bertelanjang mandi saja (artinya jangan terlalu telanjang, minimal aurat wajib mutlak tertutupi, seperti dua lubang jalan, paha dan setengah badan) apalagi kalau diatanah aceh, sekalipun orang yang mandi itu orang batak kristen.

Kalau kita pegawai negri hendaklah (memakai pakaian dinas adalah) menurut aturan dan cara bagaimana yang biasa ditempat dimana kita berada asal jangan melanggar peraturan agama.

Kalau murid-murid sekolah, biak menengah ataupun diatasnya janganlah berlaku kurang ajar, seperti (contonya adalah) bercelana berbuka paha, dan (bagi) yang perempuan jangan diberi-kan bermain-main dengan tidak berbatas (yaitu melebihi permainan yang berlebihan hingga melanggar agama), artinya perempuan itu (lebih baik dalam hal) pergaulan im (Im : bahasa aceh, artinya diam) saja.

Kalau kita menjadi buruh atau bekerja dalam satu perusahaan hendaklah menurut peraturan-peraturan yang berlaku dalam perusahaan itu, asal-kan jangan merusakan perasaan masyarakat setempat dan peraturan-peraturan agama sekali-kali jangan dilanggar.

Kalau kita termasuk kepada golongan saudagar (orang kaya yang berjual beli sesuatu) umpamanya janganlah kita bergaul ketika berjual beli dengan perempuan  orang dan lain menyolok mata (mengkedip-kedipkan mata).

Kalau kita orang majikan (pengusaha, maka) mestilah jangan kita pandang orang gajian itu sebagai budak belian saja dan lain-lain ungkapan (perkataan) yang kurang baik.

Kita kaum bapak, (maka) janganlah dimana ada perempuan muda-muda sudah duduk pula kesitu merantam (merantam adalah bahasa melayu, artinya ngobrol banyak hal) ini-lah dan itu-lah, tau kesana (dan) tau kesini dan lain-lain-nya (yang) tak ber-kerperluan dan ber-kepentingan.

Bagi kaum ibu, jangan pula kalau (ke) tempat laki-laki orang lain, main kerling kesana dan kerling kesini (dan) sampai berani membuka-kan kaki dan pahanya serta dada-nya dan (juga mengeluarkan) perkataan atau perbuatan yang menyinggung perasaan (orang lain)

Dan bagi guru (pendidik) yang penting sekali karena (para guru) menjadi cermin perbandingan murid-muridnya supaya (anda) jangan memberikan contoh sifat-sifat kekurangan ajaran, (selain itu jangan) memakai celana pendek (bagi seorang guru) dan anak-anak gadis pelajar jangan-lah dibawa bermain-main, bersenda gurau (sehingga) me-ngajak (anak murid) melancong ke hutan (atau piknik) yang membawa akibat merusakkan perasaan masyarakat.

Bagi kita Ra’iyyah Umum (pengendara kenderaan dijalan-jalan) jangan umpamanya berlaku kasar kurang ajar yang membawa kepada melecehkankan pemimpin-pemimpin, misalnya kita ra’iyyah diatas kereta angin (yaitu sepeda) sedangkan pemimpin kita berjalan kaki hendaklah kita memberi hormat selaku memberi salam atau meminta maaf atau menghindarkan kereta (kendaraan roda dua, seperti sepeda, motor) akan jauh sedikit.      

Demikianlah uraian ringkas ini, semoga dapat dipergunakan (uraian-uraian ini) dan berlaku diseluruh tanah air kita ini, supaya segala perbuatan dan perkataan yang cabul itu dapat kita basmikan dari permukaan indonesia ini.

Catatan :

Mudah-mudahan Allah memberi karnuia kepada segala murid-murid saya (baik) laki-laki dan perempuan, tua dan muda (bahwa mereka) jangan hendaknya kurang ajar, baik dipihak agama maupun dipihak masyarakat. 

Sumber : 
Kitab Al-Fatawa Abuya Syeikh Muda Waly Al-Khalidy

Thanks for reading & sharing PENGAJIAN TASAWUF

Previous
« Prev Post

0 comments:

Post a Comment

Loading...
'; (function() { var dsq = document.createElement('script'); dsq.type = 'text/javascript'; dsq.async = true; dsq.src = '//' + disqus_shortname + '.disqus.com/embed.js'; (document.getElementsByTagName('head')[0] || document.getElementsByTagName('body')[0]).appendChild(dsq); })();