Home » » Bagaimana Seahrusnya Menerima Nasehat ? (Imam Al-Ghazali)

Bagaimana Seahrusnya Menerima Nasehat ? (Imam Al-Ghazali)

Posted by PENGAJIAN TASAWUF on Wednesday, February 8, 2017


Wahai Anakku Yang tercinta, Memberi nasehat itu sebenarnya mudah saja, yang menjadi berat sebenarnya adalah isi nasehat tersebut karena itu dirasakan sangat pahit bagi siapapun yang masih mengikuti kehendak hawa nafsunya. Nafsu itu sangat mencintai perkara-perkara yang dilarang oleh Syara’, apalagi hawa nafsu bagi orang yang mencari ilmu supaya mendapat suatu gelar atau pangkat, dan dia selalu sibuk untuk menjualkan kehebatan dirinya dan mengumpulka kesenangan belaka didalam dunia, karena orang yang seperti ini selalu menganggap bahwa hanya dengan sekedar memperolehi ilmu yang ia tuntuti sudah cukup menjadikan sebab keselamatannya dan sebab kebahagiaannya dan dia menganggap bahwa dengan ilmu itu tak perlu diamalkan, orang yang seperti ini sebenarnya telah berpengaruh dengan keyakinan atau aliran pemikiran ahli filsafat[1], subhanallah, alangkah kelirunya pemikiran ini.

Bukankah ia telah mengetahui bahwasanya seseorang itu telah dapat suatu ilmu kemudian ia tidak mengamalkannya dengan ilmu yang telah ia ketehaui, maka nanti kelak diakherat ia akan ditanyai dengan persoalan yang lebih berat daripada pertanyaan yang diajukan kepada orang yang tidak mengetahui apa-apa. Nabi telah bersabda sebagai berikut :
أَشَدُّ النَاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةٍ , عَالِمٌ لَا يَنْفَعُهُ اللهُ بِعِلْمِهِ
“Orang yang paling berat azabnya di hari kiamat nanti adalah orang yang mengetahui ilmu tidak diberikan oleh Allah akan manfaat kepada ilmunya”

Dan diriwayatkan daripada Imam Junaid al-Baghdadi, semoga Allah mensucikan segala hal yang tersembunyi darinya, bahwa dahulu ada seorang yang telah bermimpi bertemu dengan Imam al-Baghdadi diwaktu tidur, masa itu belum lama wafatnya Imam Junaid al-Baghdadi, lalu orang ini bertanya kepada imam Junaid al-Baghdadi dan berkata : “apa kabar kamu wahai Abul Qasim” (Imam Junaid) ?, lalu Imam Junaid al-Baghdadi menjawab : “sebenarnya saat ini telah hilang segala ilmu yang dhahir dan juga telah hilang ilmu yang bathin, dan sudah tidak ada lagi yang bermanfaat pada kedua ilmu itu kecuali hanya beberapa rakaat yang sempat kami lakukan diwaktu malam”.



[1] Filasafat adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu secara mendalam dan memakai akal logika. Didalam kitab idahhul mubham dijelaskan bahwa sebahagian ulama, seperi Imam Nawawi dan Ibnu Shalah mengharamkan mempelajari ilmu ini, alasannya adalah karena ilmu ini bisa membawa kepada keterjerumusan manusia kedalam objek pemikiran akal semata dan akhirnya dapat mengentarkan penuntut ilmu ini kepada penyalahan dari dalil yang telah diarahkan oleh Al-Qur’an dan Hadist. Namun dari sebahagian ulama lainnya menyetujui mempelajari ilmu ini, dengan syarat bahwa ilmu ini tidak boleh dari ajaran al-Qur’an dan Hadist, pendapat ini berasal dari pendapat ulama kebanyakan, sepert Imam al-Ghazali dan lainnya.

Thanks for reading & sharing PENGAJIAN TASAWUF

Previous
« Prev Post

0 comments:

Post a Comment

Loading...
'; (function() { var dsq = document.createElement('script'); dsq.type = 'text/javascript'; dsq.async = true; dsq.src = '//' + disqus_shortname + '.disqus.com/embed.js'; (document.getElementsByTagName('head')[0] || document.getElementsByTagName('body')[0]).appendChild(dsq); })();