Apabila nur Ilahi telah dilimpahkan Allah SWT ke dalam hati sebagian hamba-hambaNya, maka tentulah keadan itu merupakan perantaraan pada kesempurnaan hati dan datangnya rahasia-rahasia. Keadaan ini disebabkan nur itu menguatkan hati dan melemahkan nafsu. Dengan demikian maka lenyaplah kegelapan hati. Maka untuk rumusan tentang pergolakan antara nur dan kegelapan yang mencekam pada hati, yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah berkata dalam Kalam Hikmahnya yang ke-56 sebagai berikut:
اَلنُّوْرُ جُنْدُ الْقَلْبِ، كَـماَ أَنَّ الظُّـلْمَةَ جُنْدُ النَّفْسِ— فَـإِذَا اَرَادَ ﷲُ أَنْ يَنْصُرَ عَبْدَهُ ، أَمَدَّهُ بـِجُنُوْدِ الأَنْوَارِ، وَقَطَعَ عَنْهُ عَدَدَ الظُلْـمِ وَالأَغْيَـارِ.
“Nur itu ialah tentara hati, sebagaimana kegelapan itu tentara nafsu. Maka apabila Allah rnenghendaki bahwa Ia akan menolong hambaNya, niscaya Allah memberikan bantuan kepadanya dengan tentara-tentara Anwar (nur-nur), dan Allah memutuskan daripadanya bala bantuan kegelapan.”
Kalam Hikmah ini pengertiannya sebagai berikut:
I. Bahwasanya di dalam hati manusia tidak sunyi dari salah satu di antara dua macam, yakni apakah hatinya itu dipenuhi dengan cahaya tauhid dan yakin, ataukah hatinya itu dipenuhi oleh kegelapan syirik dan keragu-raguan.
Jika hati kita, bersinar padanya cahaya tauhid dan yakin, yakni Allah memberikan pada hati kita kemantapan tauhid dan keyakinan yang kuat, maka berarti cahaya yang demikian yang akan menyampaikan kepada maksud kita, yaitu dekat kepada hadirat Allah SWT. Yakni kita langsung mendapat bimbingan dan tuntunan dari Allah SWT. Sebagaimana raja dengan perantaraan tentara dan polisinya akan dapat menyampaikan maksudnya, yaitu mematahkan dan menghancurkan segala musuhnya. Keadaan ini samalah pula dengan akibat-akibat kemanusiaan yang tidak terpimpin dengan ajaran-ajaran keagamaan, maka tabiat kemanusiaan yang demikian merupakan kegelapan. Hati manusia menjadi gelap apabila hatinya dipenuhi oleh karakter-karakter dan tabiat-tabiat yang bersifat demikian. Itulah arti kegelapan. Kegelapan yang demikian sama dengan tantangan nafsu dan kaki tangannya. Maka nafsu amarah dapat menjadi raja dalam diri manusia, jika diri manusia dan hatinya dipenuhi oleh kegelapan, yang dengan kata lain, merupakan wadah yang penuh dari waswas syaitan dan tabiat-tabiat kemanusiaan yang menjauh dari keridhaan Allah SWT. Kegelapan yang demikianlah yang dapat menyampaikan nafsu kepada maksudnya, yaitu segala macam syahwat dan segala bentuk maksud-maksud duniawi yang hina-dina.
II. Peperangan antara hati dan nafsu selalu bergejolak dalam diri manusia. Kadang-kadang dalam peperangan itu yang menang hati, dan kadang-kadang yang menang itu adalah nafsu. Apabila Allah SWT berkehendak untuk menolong hambaNya dari serbuan syahwat dan hawa nafsu, maka Allah memberikan bantuan pada hati hambaNya itu, yang dalam hal ini termasuk akal dengan segala tentara hati. Tentara itu berupa nur Ilahi atau cahaya ketuhanan. Atau dengan kata lain, Allah Ta’ala memantapkan ketauhidan dalam hati kita, sehingga cuma Allah sajalah yang berkuasa dalam segala-galanya menurut arti yang luas. Di samping itu pula Allah menambah kuat keyakinan kita dalam berpegang atas ajaran-ajranNya. Apabila tauhid dan keyakinan itu telah dilimpahkan Allah Ta’ala ke dalam hati kita, maka berarti pula Tuhan memutuskan dari nafsu kita bala bantuan yang memperkuat kedudukan nafsu. Tetapi jika tuhan menghendaki kebalikannya , yakni Tuhan ingin memperkuat kedudukan nafsu dalam diri kita, maka tentulah kebalikannya pula, yakni tidak dimantapkannya tauhid kita, dan bahkan pula dilemahkannya hati kita dari tauhid dan keyakinan terhadapNya, dan ajaran-ajaran agamaNya.
Apabila hati kita telah cenderung pada mengerjakan suatu ajaran agama, maka berarti hati kita telah mendapat bantuanNya, yaitu nur Ilahi dari Allah SWT. Pada waktu itulah kita akan berhasil mengerjakan perintah Allah, meskipun terasa pahit dalam melaksanakannya di dunia yang fana ini, tetapi kita akan merasakan kebahagiaannya, apabila kita telah meninggal dunia. Demikian pula, apabila nafsu kita telah memutuskan untuk mengerjakan sesuatu yang tercela menurut ajaran agama, maka hasilnya mungkin kita akan merasakan kelezatannya dan keenakannya pada ketika itu, tetapi kepastian hukum setelah kita meninggalkan dunia yang fana ini akan kita terima, sesuai dengan sanksi hukum, karena mematuhi kehendak nafsu.
III. Kadang-kadang dalam hati manusia itu terjadi pergolakan dan peperangan antara hati dan nafsu. Hati hendak mengerjakan yang baik, tetapi nafsu hendak melaksanakan lawannya. Yang menang dalam pergolakan ini ialah, mana yang lebih cepat mendapat bantuan. Jika hati lebih cepat mendapat nur Ilahi, maka tertolonglah hati dan barulah kita melihat bahwa nur itu ada, jika kita menolak kehendak nafsu dan mempertahankan kehendak hati. Tetapi jika waswas yang lebih dahulu datang dan jika tabiat manusia yang lebih menonjol dari ajaran agama, maka ini merupakan tanda bahwa hati kita telah dibutakan oleh kegelapan, kelemahan keyakinan dan kelemahan tauhid.
Jika pertempuran dan perlawanan antara hati dan nafsu masih belum kelihatan kalah menangnya, maka cepatlah kita menyerah kepada Allah SWT dengan jalan berwudhu dan kemudian sembahyang, setelahnya berzikir kepadaNya seraya memohon semoga Allah SWT cepat memberikan petunjuk kepada kita. Jangan lupa pula mengucapkan selawat dan salam kepada Rasulullah SAW, keluarganya dan sahabat-sahabatnya, semoga dengan keberkahan selawat itu kita cepat mendapat bantuan Allah yang Pengasih dan Penyayang. Apabila Allah SWT telah memperkenankan tawakkal kita dan telah menerima permohonan kita kepadaNya, pada waktu itu menanglah hati dan bercahayalah ia.
Apakah hati kita diberikan cahaya oleh Allah dengan hakikat sesuatu, seperti terbukanya ilham, atau kita mendapat ilmu, baik yang langsung dari Allah SWT ataupun melalui hambaNya yang saleh, ataupun hasil dari pandangan kita yang tidak dicampuri oleh pengaruh iblis dan hawa. Juga termasuk nur Ilahi dalam hati kita, jika hati kita meninggkat pada suatu keyakinan dalam menghadapi sesuatu di mana sebelumnya kita masih ragu-ragu. Inilah yang dimaksud dengan perkataan seorang alim besar ilmu tasawuf Abul Hasan r.a:
إِذَا أَ كْـرَمَ ﷲُعَبْدًا فِيْ حَرَكَـاتِهِ وَسَكَـنَاتِهِ، نَصَبَ لَهُ الْعُبُوْدِيَّـةَ لِلّٰهِ نُصْبَ عَيْـنَيْهِ.
“Apabila Allah telah memuliakan (seseorang) hamba dalam tindak-tanduknya, niscaya Allah mendirikan bagi hamba itu kehambaan kepada Allah terpancang di depan dua matanya.”
Maksud dari perkataan ini, ialah apabila Allah telah menjatuhkan dalam diri kita nurNya, maka diri kita akan terdorong dengan kuat untuk taat kepada Allah, itu sajalah yang terlihat pada kedua matanya. Apabila demikian keadaannya, maka itulah kemenangan hati atas nafsu. Berarti hilanglah dari hati kejahilan, kekaburan dan ketidak-pastian, maka timbullah nikmat-nikmat yatrg berharga bagai nikmat-nikmat pada hati, yaitu terlihatnya rahasia-rahasia dan hikmah-hikmah datangnya ilmu yang menjadi pegangan bagi kita, dan datang pula keyakinan yang teguh.
Apabila kita ingin melihat contoh perbedaan antara hati yang menang dan nafsu yang menang, maka contoh hati yang menang separa aulia-aulia dan para hamba-hambaNya yang saleh. Dalam hati mereka terkumpullah berbagai nikmat hati seperti tersebut di atas. Cuma perbedaannya adalah lebih komplit dan lebih matang. Ada yang dalam ukuran menengah dan ada pula yang dalam ukuran minimal. Atau dapat dicontohkan ukuran-ukuran ini seperti perbedaan cahaya matahari dengan cahaya bulan, dengan cahaya listrik dan dengan cahaya lampu dinding.
Demikian pulalah lebih dan kurangnya bagi hati yang gelap. Hati yang gelap itu imamnya adalah iblis dan syaitan, dan makmumnya sesuai dengan besar kecil penyakit hati dan memperturutkan hawa nafsu. Bagi yang banyak penyakitnya dan banyak pula tunduknya kepada hawa nafsunya dengan memperturutkan bisikan-bisikan iblis dan syaitan, maka tentulah hatinya akan gelap sedemikian rupa. Dan demikian pulalah seterusnya melihat kepada besar dan kecil penyakit hati dan ketaatan kepada nafsu dan kawan-kawannya.
Kesimpulan:
Hati tidak sampai kepada maksudnya, yakni dekat dengan hadirat Allah SWT, jika tidak dibantu oleh tentaranya, yakni nur Ilahi seperti ilham dan lain-lain. Maka demikian pulalah nafsu dalam diri manusia akan sampai pula pada maksudnya, yaitu memperoleh syahwat dan keinginan dunianya yang tidak berlandaskan agama, jika kegelapan telah merajalela dam hatinaya, seperti hatinya itu telah penuh dengan waswas syaitan dan tabiat-tabiat kemanusiaan saja, tanpa tuntunan dan ajaran-ajaran agama.
Kadang-kadang terjadi pertempuran yang hebat antara tentara hati dan tentara nafsu, maka kita jangan dampai panik , tetapi cepat kembali kepada Allah SWT dengan mengingatiNya dalam arti yang luas. Semoga hati kita dimenangkan olehNya dengan mendatangkan bala bantuan pada hati untuk mengalahkan nafsu dan kaki-kaki tangannya.
Mudah-mudahan hati kita selalu mendapat anwar Ilahiah dengan kemantapan tauhid dalam arti yang luas dan kekuatan yakin pada melaksanakan ajaran-ajaran agama Allah seperti yang diridhai olehNya
Dikutip Dari Buku : Al-Hikam (Hakikat Hikmah Tauhid da Tasauf)
Karya : Abuya Prof. Dr. Tgk. H. Muhibbuddin Waly AL-Khalidy
Thanks for reading & sharing PENGAJIAN TASAWUF



0 comments:
Post a Comment